Kompetisi Menulis Shortnovel

 Judul : Ingatan Tentang Hujan

Author : mekha_chan

Platform : Shortnovel




"Kadang hati bertanya, di mana letak surga itu? Bulir air mata tak mampu lagi ku hentikan. Andai aku bisa, ku ingin menggantikan tempatmu dengan tempatku. Jika ku menemukan sebuah anak tangga menuju ke sana, ku ingin bersamamu di keabadian." Batinku sesak berteriak mewakili perasaan yang tak mampu lagi ku ungkapkan dengan kata-kata, ketika rasa kehilangan seseorang yang paling berarti dalam hidupku selama ini telah menghampiriku.


*****


"Mila, bangun, Sayang. Udah siang nanti kamu telat masuk sekolah!" teriak mama sambil mengetuk pintu kamarku.


"Iya, Ma," jawabku sambil menguap.


Rutinitas pagi hari sebelum berangkat ke sekolah, terima kasih buat mamaku yang selalu sabar membangunkanku setiap pagi. Aku, Mila Kalila, anak satu-satunya mama dan beliau sebagai orang tua tunggal semenjak papa pergi meninggalkan kita berdua selama-lamanya. Aku dan mama hanya tinggal berdua di rumah kami yang sederhana, tetapi terasa nyaman.


"Berangkat dulu, Ma," pamitku sambil mencium pipi mama dan mengambil bekal sarapanku.


"Jangan lupa sarapannya, jangan sampai sakit," kata mama mengingatkan.


Aku tersenyum dan melambaikan tangan sambil berlalu. Hidup berdua bersama mama yang bekerja untuk menghidupi dan menyekolahkanku, membuatku menjadi anak yang kuat. Hanya ada kita berdua yang bisa saling menguatkan. Aku tidak kekurangan materi, karena papa meninggalkan harta yang cukup untukku dan mama. Namun, mama juga tidak mau berdiam diri mengandalkan harta peninggalan papa.


Di sekolah.

"Pagi Kia, pagi Dina," sapaku pada kedua sahabatku


"Hmm …." Dina menjawab dengan enggan.


"Kenapa lo?" tanyaku sambil melirik ke Kia, sedangkan Kia hanya mengangkat bahunya.


"Haahhh," hela nafas Dina terdengar berat.


Plaakk… Suara tabokan keras di bahu Dina membuat Dina berteriak, "Aduuhh, gila lo ya Mil?"


"Lo budeg, ditanyain diem aja," jawabku sambil duduk di bangku.


"Gue lagi bingung mikirin nyokap bokap gue yang mau cerai." Dina mulai bercerita dengan sedikit enggan. "Gue nggak mau ikut salah satu dari mereka. Kalau boleh, mending hidup sendiri aja deh, haahh." Helaan napas Dina terdengar lagi.


"Berat banget hidup lo, Din," kata Kia mengusap bahu Dina.


"Nggak usah terlalu dipikirin Din, itu urusan orang tua. Masih bagus orang tua lo masih ada di dunia, walaupun mereka mau pisah," kataku membuat kedua sahabatku melihatku.


"Kenapa kalian ngeliatin gue gitu?" tanyaku heran. "Gue bilang gitu karena gue ngerasain sendiri ditinggal papa pergi gimana rasanya. Maka dari itu Din, walaupun orang tua lo cerai, jangan sampai kemarahan sesaat buat lo jadi jauh sama mereka. Jangan sampai nyesel."


Aku menunduk mencari sesuatu di dalam tas, padahal aku tahu aku sedang menyembunyikan air mataku. Sudah satu tahun berlalu semenjak kepergian papa, tetapi masih membuatku menangis saat teringat papa. Kedua sahabatku memelukku, mereka tahu aku sedang berusaha kuat.


"Gue nggak pa-pa kali," kataku sambil tersenyum lebar diiringi bunyi bel masuk sekolah.



>>Baca selanjutnya di aplikasi ya guys. Baca gratis bisa dapat koin buat ditukar sama hadiah gratis.


>>Selanjutnya